Ilustrasi Hukum. Doc. Istimewa |
Menulis tentang pikiran dan perasaan
yang terdalam tentang trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih
baik, pandangan yang lebih positif dan kesehatan fisik yang lebih baik
Pennebeker
Mungkin
kalimat tersebut telah menggugah hati saya untuk menulis hal ini, tidak ada
maksud lain selain untuk menyampaikan isi hati saya tentang sistem keorganisasian
mahasiswa Politeknik Negeri Jember untuk kelanjutan organisasi kedepannya.
Berbicara
mengenai “Menulis tentang pikiran dan
perasaan terdalam” dari kutipan Pennebeker, otak saya langsung terfokus
pada tanggal 17 Juni. Namun, saya bertanya-tanya kenapa dengan tanggal
tersebut, apa yang terjadi? Mari luangkan waktu sejenak.
Tanggal
17 juni merupakan hari dimana dilakukan pembangunan jalur kereta api pertama di
pulau jawa, hari dimana patung liberty tiba di kota New York, hari dimana Brasil
menjadi juara Piala Dunia FIFA 1962. Tak hanya itu,
tanggal 17 Juni merupakan tanggal yang istimewa dalam berdirinya Republik
Islandia, begitupun dengan KM-Polije yang akan membangun kebersamaan dan kekeluargaan
melalui sidang istimewa.
Sidang
istimewa ini merupakan acara yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan
Mahasiswa (MPM) demi menjalankan fungsinya sebagai badan legislatif. Kata legislatif
mungkin bukan hal yang asing di telinga para organisatoris maupun mahasiswa
pada umumnya. Jika diibaratkan dengan pemerintahan di Indonesia maka legislatif
tersebut berarti pembuat kebijakan, dalam berbagai literatur banyak penjelasan
mengenai pengertian dan konsep legislasi dan perwakilan politik. Salah satu pengertian Badan Legislatif diuraikan
oleh Prof. Miriam bahwa, “Badan legislatif adalah lembaga yang ”LEGISLATE” atau membuat Undang-Undang.
Anggota-anggotanya dianggap mewakili rakyat, maka dari itu badan ini sering
dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), nama lain yang sering dipakai adalah
parlemen. Dewan Perwakilan Rakyat dianggap merumuskan kemauan rakyat atau umum.
Hal ini dilakukan dengan jalan menentukan kebijakan umum (public policy)
yang mengikat seluruh masyarakat. Undang-undang yang dibuatnya mencerminkan
kebijakan-kebijakan tersebut. Dapat dikatakan bahwa ia merupakan
badan yang membuat keputusan yang menyangkut kepentingan umum.” (Budiardjo,
Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1986 :1730)
Saya
mengartikan dalam lingkup perguruan tinggi maka legislatif itu merupakan
badan/organisasi yang membuat kebijakan atau undang-undang dengan dasar kemauan
mahasiswa dengan tujuan demi menyejahterakan mahasiswa, apalagi dalam tatanan
pemerintah yang berdaulat, maka kebijakan itu berpandang dari segi rakyat (mahasiswa
jika di lingkup Perguruan Tinggi).
Dalam
teori mengenai legislative, saya mengutip dari media A.Kuswandi,
dimana beliau menjelaskan tentang teori mandate.
Dalam menjalankan tugasnya, legislatif menggunakan teori mandate yaitu mandat bebas, teori ini berpendapat bahwa sang wakil
dapat bertindak tanpa tergantung pada perintah (instruksi) dari yang
diwakilinya. Menurut teori ini sang wakil merupakan orang-orang yang terpercaya
dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum dari masyarakat yang diwakilinya
sehingga sang wakil dimungkinkan dapat bertindak atas nama mereka yang
diwakilinya. Ajaran ini dipelopori oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Block Stone
di Inggris. Dalam perkembangan selanjutnya teori ini berkembang menjadi teori
Mandat Representatif.
Sudah
jelas bahwa kegiatan legislasi ini yang mewakili rakyat, maka dalam
melaksanakan tugasnya badan legislatif haruslah bergerak selaras dengan apa
yang diharapkan rakyat, bukan bergerak dan membuat kebijakan dengan persepsi
golongan maupun individu.
Badan
legislatif dalam merumuskan kebijakannya haruslah mempunyai SOP (Standart Operasional Prosedur) sehingga
adanya hubungan mutualisme antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan,
disini perlu ditekankan bahwa penerapan komunikasi dua arah nantinya akan dijadikan
bahan dalam perumusan dan penetapan kebijakan.
Jika
dalam pembentukan organisasi kampus, diibaratkan sebagai susunan lembaga-lembaga yang ada
dipemerintahan maka saya sedikit mengadopsinya dari UU No. 10 Tahun 2004 tentang alur
dalam perumusan perundang-undangan. Namun saya tekankan sekali lagi, sistem yang ada di lingkup PTN/PTS tidak
harus menerapkan sepenuhnya kaidah sistem yang ada di pemerintahan, karena
PTN/PTS secara harfiah bukanlah pemerintahan.
Dalam
merumuskan perundang-undangan maka terdapat beberapa tahapan yaitu melalui
tahap inisiasi, tahap sosio-politis, dan tahap yuridis. Dimana ketiga tahap
tersebut minimal dilaksanakan demi tercapainya kesejahteraan mahasiswa. Pertama, Tahap Inisiasi disini dimulai dengan munculnya gagasan atau ide
dari masyarakat (mahasiswa). Ide itu berhubungan dengan keinginan agar suatu
masalah diatur oleh hukum dalam peraturan perundang-undangan. Misalnya,
masyarakat menginginkan adanya peraturan tentang kebebasan berekspresi atau
tentang berkegiatan di kampus. Kedua, tahap Sosio-Politis dimana
tahap ini merupakan tahap pengelolaan gagasan tentang perlunya pengaturan hukum
dari masalah tertentu, harus dimulai dari menampung gagasan dari berbagai
sumber. Kemudian, disiapkan materi dari segi hukum. Setelah itu, rancangan
tersebut dibicarakan, dikritisi, dan dipertahankan melalui silang pendapat
antar unsur golongan, kelompok, organisasi, dan kekuatan politis dalam mahasiswa. Kemudian, bahan-bahan materi perundang-undangan ini dipertajam
dan dimatangkan oleh lembaga yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Ketiga,
tahap Yuridis dimana tahap ini adalah tahap yang murni muatan yuridisnya, yaitu
perumusan dalam bahasa hukum. Tahapan ini dilakukan oleh lembaga yang
berwenang, bergantung pada tingkat perundang-undangan tersebut.
Kembali ke paragraf awal yang menegaskan
bahwa sidang istimewa ini merupakan kegiatan yang dipimpin oleh MPM untuk
merumuskan perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh KM-Polije.
Perundang-undangan KM-Polije pada acara Sidang istimewa tersebut diusulkan
langsung oleh MPM dalam bentuk draf yang siap dikritisi, didiskusikan dan
ditetapkan. Muncul banyak spekulasi dan rasa ketidakpercayaan dari rakyatnya tentang usulan-usulan tersebut, selain
itu saya menilai terdapat alur yang kurang tepat, sehingga pada rapat
koordinasi persipan Sidang Istimewa saya sempat menanyakan landasan atas usulan perundang-undangan yang di
usulkan oleh MPM. Apakah sudah sesuai dengan aspirasi KM-Polije atau usulan tersebut
dibuat dengan perspektif individu?
Kenapa saya mengatakan ada alur yang kurang tepat? Seperti yang penulis kutip
tadi bahwa dalam merumuskan sebuah kebijakan atau undang-undang terdapat
tahapan-tahapan yang sudah dijelaskan sebelumnya.
MPM selaku badan legislatif dalam
merumuskan usulan perundang-undangan seharusnya terlebih dahulu turun ke
KM-Polije dibawahnya untuk mendengar keluhan, keinginan dan harapan. Baru setelah itu pihak legislatif merumuskan masukan-masukan mahasiswa, kemudian mengadakan sidang bersama guna menyatukan suara-suara
yang begitu banyak dan ditetapkan menjadi sebuah perundang-undangan. Disini
tentu ada hubungan mutualisme yang saling bersinergi.
Oleh Sugiyanto