07.18


"Pelanggaran HAM adalah segala tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disegaja maupun tidak disengaja yang dapat mengurangi, membatasi, mencabut, atau menghilangkan hak asasi orang lain yang dilindungi oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang benar dan adil sesuai mekanisme hukum yang berlaku"UU No. 39 tahun 1999

Tanggal 10 Desember merupakan peringatan Hak Asasi Manusia, dimana HAM adalah hak-hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia dalam kandungan. HAM berlaku secara universal, dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA)  dan tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia, seperti pada pasal 27, 28, 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1 dan pasal 31 ayat 1. Serta beberapa instrument HAM yang ada di Indonesia antara lain Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan instrumennya yaitu Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia serta Hukum Internasional tentang HAM yang telah Diratifikasi Negara Republik Indonesia. Begitu banyak aturan yang mengatur HAM dengan tujuan agar keadilan di Indonesia merata. Tak seperti yang diharapkan aturan HAM hanya terpampang begitu saja menjadi hiasan pelengkap etalase rak buku, banyak kasus di Indonesia yang berhubungan dengan HAM. Namun HAM hanya dipahami secara teori saja tanpa adanya kerja nyata yang signifikan. HAM di Indonesia bersumber dan bermuara pada Pancasila. Artinya HAM adalah menjadi jaminan filsafat yang kuat dari filsafat bangsa.
Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia dibiarkan menguap begitu saja tanpa adanya penyelesaian akhir. Penyelewengan HAM di Indonesia dipahami secara teoritis sehingga para penguasa hanya berdiam diri ketika kasus-kasus yang berhubungan dengan HAM tak ada penyelesaian sampai titik akhir. Mungkin, kita merenung kembali peristiwa-peristiwa yang terjadi selama ini dan pemerintah hanya mengoceh seperti burung beo tanpa ada tindak lanjutnya.
Kasus Gerakan 30S-PKI 1965-1966
Pada saat itu, sejumlah jenderal telah dibunuh secara sadis, tudingan pun mengarah ke Partai Komunis Indonesia yang telah menjadi biang kerok dari pembunuhan jenderal tersebut. Akhirnya, selepas kejadian pembunuhan sadis tersebut, maka pemerintah membubarkan PKI dan melakukan razia terhadap semua anggotanya bahkan sempat terjadi pembantaian 500.000 sampai 3.000.000 warga yang tewas dibunuh karena berlabel PKI. Adapun razia itu disebut sebagai operasi pembersihan PKI. Anggota PKI yang lainnya, terdapat ribuan yang diasingkan dan jutaan orang lagi mesti hidup pada bayang-bayang “Simbol PKI” untuk bertahun-tahun.
 KOMNAS HAM melakukan penudingan kepada komando operasi pemulihan keamanan dan semua panglima militer yang sedang menjabat pada saat itu sebagai dalang yang mesti bertanggung jawab atas operasi pembersihan tersebut.Namun, sampai saat ini kasus pelanggaran HAM ini ditangani oleh Kejaksaan Agung. Akan tetapi pada tahun 2013 lalu, Kejaksaan kemudian mengembalikan berkas kasus pelanggaran HAM tersebut ke KOMNAS HAM dengan alasan bahwa data kurang lengkap. Akhirnya, untuk mencari pelaku pelanggaran HAM pada operasi pembersihan PKI terhenti sampai disitu.
Kasus Penembakan Misterius (read: Petrus) Pada Tahun 1982 -1985
Terjadi penembakan misterius alias operasi clurit, operasi yang dilakukan oleh mantan Presiden Soeharto dengan alasan untuk mengatasi kejahatan yang tinggi di masyarakat. Operasi ini bertugas untuk menangkap dan membunuh orang-orang yang dianggap akan mengganggu keamanan dan ketentraman dimasyarakat, terkhusus di Jakarta dan Jawa Tengah. Pelaku operasi clurit ini tidak jelas, bahkan sampai saat ini tak pernah ditangkap dan tidak diadili. Adapun temuan dari operasi clurit ini ternyata telah menewaskan sebanyak 532 orang di tahun 1983. Dari jumlah tersebut, 367 orang tersebut meregang nyawa karena luka tembakan. Selanjutnya, pada tahun 1984 telah tercatat sekitar 107 orang yang tewas dan diantaranya 15 orang tewas tertembak. Satu tahun kemudian, ditahun 1985, ditemukan sebanyak 28 orang tewas diantaranya mati tertembak.Tragisnya korban penembak misterius tersebut selalu ditemukan dengan kondisi leher dan tangan terikat. Bahkan sebagian besar korban dimasukkan dalam karung dan ditinggalkan dipinggir jalan, depan rumah, laut, hutan, kebun dan dibuang di sungai. Alasan yang dibuat oleh Soeharto sangat cantik. Namun, tindakannya kurang tepat karena hak untuk hidup orang tersebut telah dicabut dalam operasi tersebut sehingga termasuk kasus pelanggaran HAM berat.
Penembakan Mahasiswa Trisakti
Kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota Polisi dan Militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia mengalami krisis finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan tragedi Trisakti. Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka dan sebagian meninggal dunia yang disebabkan karena ditembak dengan menggunakan peluru tajam oleh anggota Polisi dan Militer.
Tragedi Semanggi dan kerusuhan 1998
Pada tanggal 13-15 Mei 1998 telah terjadi kerusuhan yang masif dan terjadi hampir disetiap sudut tanah air. Kemudian, aksinya memuncak di Ibu Kota Jakarta. Kerusuhan tersebut diawali oleh hadirnya kondisi kritis finansial Asia yang kian memburuk, dan dipicu oleh tewasnya empat Mahasiwa Trisakti yang telah tertembak pada demonstrasi di tanggal 12 Mei 1998. Pada proses hukumnya, kejaksaan agung menyatakan bahwa kasus ini dapat ditindaklanjuti jika sudah ada rekomendasi dari DPR ke Presiden. Hanya saja sampai saat ini belum ada rekomendasi tersebut, sehingga Kejaksaan Agung kemudian mengembalikan berkas penyelidikan kepada KOMNAS HAM. Akan tetapi belakangan, ternyata kejaksaan agung telah mengambil alasan bahwa kasus pelanggaran HAM semanggi ini tidak dapat dilanjutkan karena DPR telah memutuskan bahwa tak ditemukan adanya pelanggaran HAM berat pada tragedi Semanggi. Alasan lainnya, Kejaksaan Agung telah menganggap bahwa kasus penembakan Trisakti sudah diputuskan oleh pengadilan Militer pada tahun 1999, sehingga tak dapat diadili untuk yang kedua kalinya.
Terbunuhnya aktivis HAM “MUNIR SAID THALIB”
Munir akhirnya ditemukan tewas dalam pesawat jurusan Jakarta – Amsterdam pada tanggal 7 september 2004. Pada saat itu dia telah berumur 38 tahun. Munir sebagai salah satu aktivis HAM yang paling kritis di Indonesia. Jabatan yang diemban pada saat itu ialah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Ketika menjabat Dewa Kontras atau Komite untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan, namanya kemudian melambung sebagai pejuang orang-orang yang hilang karena diculik. Pada saat itu, dia sedang membela para aktivis yang telah menjadi korban penculikan tim mawar dari Komando Pasukan Khusus TNI sesudah Soeharto jatuh. Penculikan tersebut menjadi alasan dicopotnya DANJEN KOPASSUS Prabowo Subianto dan akhirnya para anggota tim mawar diadili. Hanya saja, dibalik kasus tersebut sampai hari ini, ternyata yang menjadi tersangka dan pernah diadili yaitu Pilot Maskapai Garuda yang bernama Pollycarpus Budihari Priyanto dianggap sebagai orang yang telah meracuni Munir saat terbang menuju Amsterdam. Namun, sebagian orang berpendapat bahwa Polly bukanlah otak pembunuhan munir tersebut. Akan tetapi kasus pelanggaran HAM ini mengalami kebuntuan karena kurangnya bukti sehingga Polly dibebaskan bersyarat pada tahun 2011.
Tragedi Wamena Berdarah 4 April 2003.
Tragedi tersebut terjadi pada tanggal 4 April 2003 pukul 01.00 waktu Papua. Terdapat sekelompok masa yang tidak dikenal kemudian membobol gudang senjata markas Kodim 1702/ Wamena. Penyerangan tersebut kemudian menewaskan 2 anggota Kodim yaitu Prajurit Ruben Kana (penjaga gudang senjata) dan Lettu TNI AD Napitupulu. Kelompok masa penyerang tersebut telah diduga melarikan senjata sejumlah amunisi dan pucuk senjata. Akhirnya, dilakukanlah pengejaran terhadap pelaku, penyisiran, penangkapan, penyiksaan, perampasan secara paksa hingga menimbulkan korban jiwa, bahkan penduduk diungsikan secara paksa pada saat itu.
Proses pemindahan paksa tersebut, telah tercatat 42 orang yang telah meninggal dunia disebabkan kelaparan, dan 15 orang menjadi korban perampasan. Kemudain KOMNAS HAM menemukan adanya tindakan pemaksaan dalam penandatanganan surat pernyataan dan pengrusakan beberapa fasilitas umum.
Proses tersebut sampai saat ini berlanjut hingga mendapatkan kebuntuan karena adanya tarik ulur dari Kejaksaan Agung dan KOMNAS HAM. Sementara itu, para tersangka tetap terus menikmati hidupnya, mendapatkan kehormatan sebagai seorang pahlawan.
Kasus Tanjung Priok 1984
Peristiwa kerusuhan yang terjadi pada tanggal 12 September 1984di Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia, yang mengakibatkan sebanyak 24 orang tewas, 36 orang luka berat dan 19 luka ringan. Peristiwa ini berlangsung dengan latar belakang dorongan pemerintah orde baru waktu itu agar semua organisasi masyarakat menggunakan azas tunggal yaitu Pancasila. Penyebab peristiwa ini adalah tindakan perampasan brosur yang mengkritik pemerintah pada saat itu di salah satu masjid di kawasan Tanjung Priok dan penyerangan oleh masa terhadap Aparat.
Terbunuhnya Marsinah, Pekerja Wanita PT Catur Putera Surya Porong.
Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.
Terbunuhnya Wartawan UDIN dari harian umum bernas (1996)
Seorang wartawan (Fuad Muhammad Syafrudin) dari harian Bernas yang diduga telah diculik dan dianiaya hingga tewas oleh orang yang tidak dikenali.
Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang telah terjadi pada tahun 1990 sudah banyak menelan korban, baik dari pihak penduduk sipil maupun Aparat. Peristiwa tersebut dipicu oleh adanya unsur politik dimana ada pihak-pihak tertentu menginginkan Aceh untuk merdeka.
Peristiwa Penculikan Para Aktivis Politik (1998)
Peristiwa penculikan yang terjadi pada tahun 1998 terhadap para aktivis politik yang dalam catatan Kontras, bahwa tercatat 23 orang yang telah diculik dimana 1 orang yang meninggal, 13 orang masih hilang dan 9 orang yang dilepaskan.
Banyak lagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi seperti kasus Ambon tahun 1999, kasus Poso pada tahun 1998 – 2000, kasus Dayak dan Madura pada tahun 2000, kasus TKI di Malaysia dan kasus yang baru terjadi yaitu kasus Salim Kancil yang membela Hak masyarakat menolak pertambangan pasir.
Begitu banyak masalah yang berhubungan dengan HAM, namun masih banyak kasus yang dilempar-lempar kesana kemari oleh penguasa dengan alasan tertentu. Masyarakat banyak yang menjadi korban ketika menegakkan keadilan. Indonesia merupakan Negara yang menjunjung tinggi toleransi. Namun, kenyataanya tidak sesuai dengan undang-undang yang sudah dibuat oleh para Wakil Rakyat disana. Seharusnya penegakan keadilan dan HAM dapat dinomer satukan melihat begitu pentingnya HAM serta tidak membiarkan peristiwa demi peristiwa tanpa ada penyelesaian. Uang memang kebutuhan dan raja buat kita, namun keamanan dan keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia adalah pondasi untuk membangun kebersamaan dalam kebhinekaan. Semoga para pemimpin kita berlaku adil dan memahami makna Pancasila yang sesungguhnya untuk menuntaskan permasalahan pelanggaran HAM, tanpa melihat dia orang penting, golongan atas, berdasi ataupun rakyat biasa.

Sugiyanto
Sumber: