Entah
sejak kapan Rokok sudah mulai beredar dikalangan mahasiswa. Bukan hanya
mahasiswa tetapi kalangan masyarakatpun baik kalangan rendah hingga kalangan
tingkat atas sudah banyak mengkonsumsi barang ini. Apasih yang membuat para mahasiswa
tertarik dari barang ini? . . . padahal harganya yang terbilang “wah” ini bias
membuat para mahasiswa ketagihan.
Kerugian
ekonomi akibat rokok setiap tahunnya tidak kurang 200 miliar dollar amerika,
dimana setiap tahunnya orang Indonesia mengonsumsi 215 miliar batang rokok,
dengan peringkat ke 5 di dunia, setelah cina, amerika jepang dan rusia.
Indonesia dengan 240 juta penduduk dan regulasi yang lemah, serta pemerintah
dan badan legislatif yang belum peduli pada kepentingan kesehatan publik, merupakan
target sasaran dengan ramuan yang tepat.
Mahasiswa
yang disebut dengan pelajar yang sudah mampu berpikir secara positif ini, masih
sangat sedikit apresiasinya dalam upaya mengkampanyekan dan menolak rokok.Yang lebih parah lagi, justru iklan rokok
lebih banyak menghiasi lingkungan sekitar kampus dibandingkan dengan iklan lain
yang lebih mendidik. Sebagian malah ikut serta dalam lingkaran kepulan bisnis
ini, mengajaknya sebagai sponsor dalam berbagai even seperti olahraga maupun musik.
Pihak kampus pun seakan-akan tidak peduli dengan maslah ini. Ironis memang.
Andaikan
mahasiswa sadar tentang bahaya merokok hingga akhirnya berhenti, jelas hal yang
menguntungkan akan didapat baik secara individu maupun lingkungan. Misalkan
jika kita merokok, berapa uang yang kita keluarkan dalam sehari untuk membeli
rokok, anggap saja Rp.12.000,00- per hari. Coba kita hitung jika
dalam satu bulan berapa yang sudah kita keluarkan sudah banyak bukan?... jika
kita tabung kan lumayan hasilnya, jika dalam satu bulan kita dapat kira-kira
Rp.390.000,00- kan bisa kita jadikan modal untuk berwirausaha. Misalkan jual
kue, bisnis jual beli Hp kecil-kecilan kan lumayan.
Jika
ditanya tentang alasan kenapa mereka merokok, banyak yang bilang “Jika tidak
merokok bukan LAKI-LAKI namanya” kata sebagian besar Mahasiswa. Dan yang jadi
pertanyaan kini ialah apakah seorang laki-laki harus merokok jika ingin disebut
LAKI?....
Dan
jawaban dari para Mahasiswa sangat beragam, kita ambil satu jawaban yang paling
baik dari penilaian kami “Laki-Laki itu dikatakan LAKI itu dengan mencegah
orang yang merokok dan melakukan hal yang baik sehingga dapat menjaga
lingkungan agar tetap sehat” tutur Alfan salah satu Mahasiswa Politeknik Negeri
Jember.
Sekarang
saatnya mahasiswa melakukan gerakan. Sebuah gerakan membangun kesadaran
mengenai bahaya merokok. Suatu gerakan penyadaran yang besar dimulai dari
gerakan yang kecil. Gerakan kecil seperti himbauan agar tidak merokok di dalam
lingkungan kampus ataupun tidak melibatkan produsen rokok dalam kegiatan yang
dilaksanakan di kampus bisa dijadikan langkah awal. Dengan memulai dari hal ini
niscaya gerakanakan menjadi besar dan menyadarkan semua pihak akan
bahayanya merokok.