11.47

Jember – Masyarakat POLIJE  kembali memperingati hari  jadinya kampus tercinta ini. Hari di mana berdirinya kampus Politeknik Negeri Jember yang awalnya bernama POLITANI Universitas Jember. Pada tahun ini tepatnya tanggal 29 Oktober 2014 genap sudah kampus POLIJE berumur 26 tahun. Hal ini tentu menjadi catatan kita bersama tentang arah Kampus ini  di masa depan. Wajah Kampus ini di mana seluruh masyarakat Polije berada dalam kesejahteraan, dan pelayanan yang prima.
Kiranya hal ini terasa sulit dicapai apabila peringatan Diesnatalis ini hanya sebatas seremonial semata dan peringatan tanpa makna. Peringatan di mana Mahasiswa hingga Karyawan  hanya terlarut dalam  perayaan tahunan  tersebut. Karena bukanlah  hal tersebut yang menjadi bukti tentang kemajuan Kampus ini.
Tugas dan tanggungjawab pihak civitas akademika sangatlah besar. Apabila dahulu para pendiri bangsa ini harus berjuang keras banting tulang, namun saat ini tugas tersebut telah beralih dalam bentuk menumpahkan segala bentuk ide, gagasan, pemikiran yang briliant untuk mengisi kemajuan dan melepaskan seluruh egoisme demi kesenangan pribadi.
Apalagi kampus Polije waktu dekat ini akan melakukan pemilihan Direktur  2014, ada harapan baru atas hasil tersebut. Harapan akan terwujudnya cita-cita luhur para pendiri POLIJE tercinta. Untuk itu, sudah selayaknya kita bersatu, menghilangkan ego demi mencapai Word Class University sesuai harapan Polije. Selain masalah itu masih banyak tugas-tugas besar lainnya yang masih menunggu untuk segera di tuntaskan.
Bertambahnya  usia kampus  ini, namun masa yang telah lewat itu belum tentu mendekatkan nasib mahasiswa yang berkualitas. Masyarakat Polije banyak yang mengeluh. Mereka membutuhkan tipe kepemimpinan baru, yaitu kepemimpinan dari lapisan generasi yang bisa mengayomi mahasiswa maupun karyawan. Ada tiga karakter pemimpin yang diharapkan: Pertama, perencana. Masyarakat polije membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapasitas intelektual memadai dan  menguasai kondisi makro dari berbagai aspek, sehingga dapat menjaga visi perubahan yang dicitakan bersama. Kedua, Pelayanan. Masyarakat Polije mengharapkan figur pemimpin seorang pekerja tekun dan taat pada proses perencanaan yang sudah disepakati sebagai konsensus pencapaian, menguasai detil masalah kunci kepemimpinan dan mampu melibatkan semua elemen yang kompeten dalam tim kerja yang solid. Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap pemimpin menjadi tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi rujukan semua pihak dalam pemecahan masalah  yang dihadapi, yang setia dengan nilai-nilai dasar pancasila dan menjadi teladan bagi kehidupan masyarakat Polije secara konprehensif.
Untuk menumbuhkan tipe kepemimpinan baru, dibutuhkan proses belajar yang berkelanjutan dalam berbagai dimensi. Pertama, dimensi belajar untuk menginternalisasi dan mempraktikan  nilai-nilai baru yang sangat dibutuhkan bagi perubahan Polije, sehingga membentuk karakter dan pola perilaku yang positif sebagai penggerak perubahan. Kedua, belajar untuk menyaring dan menolak nilai-nilai buruk yang diwarisi dari sejarah lama maupun yang datang dari dunia kontemporer agar tetap terjaga karakter yang otentik dan perilaku yang baik. Ketiga, belajar untuk menggali dan menemukan serta merevitalisasi nilai-nilai lama yang masih tetap relevan dengan tantangan masa kini, bahkan menjadi nilai dasar bagi pengembangan masa depan.
Namun kepemimpinan baru bukanlah proyek trial and error. Melainkan upaya pengembangan potensi dengan dihadapkan pada kenyataan aktual. Menjadikan kampus Polije bisa bersaing di tingkat nasional maupun internasional.
Tipe pemimpin baru seperti ini bukan hanya dibutuhkan segera di pentas Petinggi. Tapi, juga di tingkat bawahan. Karena itu, kampus ini membutuhkan secara masif proses pembentukan karakter dan pengkaderan karyawan demi kenyaman mahasiswa yang outputnya bisa diuji di tingkat kampus maupun luar kampus. Polije tidak mungkin memainkan peranan di arena antar Perguruan tinggi tanpa petinggi yang memiliki kualitas kepemimpinan yang mumpuni.