Jember – Masyarakat POLIJE kembali memperingati hari jadinya kampus tercinta ini. Hari di mana
berdirinya kampus Politeknik Negeri Jember yang awalnya bernama POLITANI
Universitas Jember. Pada tahun ini tepatnya tanggal 29 Oktober 2014 genap sudah
kampus POLIJE berumur 26 tahun. Hal ini tentu menjadi catatan kita bersama
tentang arah Kampus ini di masa depan.
Wajah Kampus ini di mana seluruh masyarakat Polije berada dalam kesejahteraan,
dan pelayanan yang prima.
Kiranya hal ini terasa sulit
dicapai apabila peringatan Diesnatalis ini hanya sebatas seremonial semata dan peringatan
tanpa makna. Peringatan di mana Mahasiswa hingga Karyawan hanya terlarut dalam perayaan tahunan tersebut. Karena bukanlah hal tersebut yang menjadi bukti tentang kemajuan
Kampus ini.
Tugas dan tanggungjawab pihak
civitas akademika sangatlah besar. Apabila dahulu para pendiri bangsa ini harus
berjuang keras banting tulang, namun saat ini tugas tersebut telah beralih
dalam bentuk menumpahkan segala bentuk ide, gagasan, pemikiran yang briliant untuk mengisi kemajuan dan
melepaskan seluruh egoisme demi kesenangan pribadi.
Apalagi kampus Polije waktu dekat
ini akan melakukan pemilihan Direktur 2014, ada harapan baru atas hasil tersebut.
Harapan akan terwujudnya cita-cita luhur para pendiri POLIJE tercinta. Untuk
itu, sudah selayaknya kita bersatu, menghilangkan ego demi mencapai Word Class University sesuai harapan
Polije. Selain masalah itu masih banyak tugas-tugas besar lainnya yang masih
menunggu untuk segera di tuntaskan.
Bertambahnya usia kampus ini, namun masa yang telah lewat itu belum tentu
mendekatkan nasib mahasiswa yang berkualitas. Masyarakat Polije banyak yang
mengeluh. Mereka membutuhkan tipe kepemimpinan baru, yaitu kepemimpinan dari
lapisan generasi yang bisa mengayomi mahasiswa maupun karyawan. Ada tiga karakter
pemimpin yang diharapkan: Pertama, perencana. Masyarakat polije membutuhkan
sosok pemimpin yang memiliki kapasitas intelektual memadai dan menguasai kondisi makro dari berbagai aspek,
sehingga dapat menjaga visi perubahan yang dicitakan bersama. Kedua, Pelayanan.
Masyarakat Polije mengharapkan figur pemimpin seorang pekerja tekun dan taat
pada proses perencanaan yang sudah disepakati sebagai konsensus pencapaian,
menguasai detil masalah kunci kepemimpinan dan mampu melibatkan semua elemen
yang kompeten dalam tim kerja yang solid. Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap
pemimpin menjadi tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi rujukan semua pihak
dalam pemecahan masalah yang dihadapi,
yang setia dengan nilai-nilai dasar pancasila dan menjadi teladan bagi
kehidupan masyarakat Polije secara konprehensif.
Untuk menumbuhkan tipe kepemimpinan
baru, dibutuhkan proses belajar yang berkelanjutan dalam berbagai dimensi.
Pertama, dimensi belajar untuk menginternalisasi dan mempraktikan nilai-nilai baru yang sangat dibutuhkan bagi
perubahan Polije, sehingga membentuk karakter dan pola perilaku yang positif
sebagai penggerak perubahan. Kedua, belajar untuk menyaring dan menolak
nilai-nilai buruk yang diwarisi dari sejarah lama maupun yang datang dari dunia
kontemporer agar tetap terjaga karakter yang otentik dan perilaku yang baik.
Ketiga, belajar untuk menggali dan menemukan serta merevitalisasi nilai-nilai
lama yang masih tetap relevan dengan tantangan masa kini, bahkan menjadi nilai
dasar bagi pengembangan masa depan.
Namun kepemimpinan baru bukanlah
proyek trial and error. Melainkan upaya pengembangan potensi dengan dihadapkan
pada kenyataan aktual. Menjadikan kampus Polije bisa bersaing di tingkat
nasional maupun internasional.
Tipe pemimpin baru seperti ini
bukan hanya dibutuhkan segera di pentas Petinggi. Tapi, juga di tingkat bawahan.
Karena itu, kampus ini membutuhkan secara masif proses pembentukan karakter dan
pengkaderan karyawan demi kenyaman mahasiswa yang outputnya bisa diuji di
tingkat kampus maupun luar kampus. Polije tidak mungkin memainkan peranan di
arena antar Perguruan tinggi tanpa petinggi yang memiliki kualitas kepemimpinan
yang mumpuni.