Dunia semakin berkembang, terbukti dengan banyaknya inovasi dari generasi penerus yang memiliki pikiran kritis dan intelektual yang tinggi. Regenerasi penerus yang cakap, adaptif dengan perkembangan zaman akan mengubah wajah dunia semakin gemerlap apabila berjalan secara continue, meski dengan berbagai syarat. Salah satunya adalah pendidikan. Indikasi dunia pendidikan masih memberikan jawaban atas kemajuan zaman dengan melubernya calon mahasiswa di institusi pendidikan tinggi pada tiap tahun. Calon-calon mahasiswa ini cenderung memilih perguruan tinggi yang bonafide sebagai kendaraan untuk meraih cita-cita setinggi langit.
Tiap institusi pendidikan tinggi memiliki syarat dan ketentuan agar dapat diterima lolos masuk seleksi. Misalnya UMPN pada Politeknik Negeri Jember yang selalu kebanjiran calon mahasiswa baru yang datang dari berbagai penjuru nusantara. Bagi mahasiswa yang lolos tes seleksi maka akan terdaftar sebagai mahasiswa Politeknik Negeri Jember namun bagi calon mahasiswa yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang telah berlaku maka calon mahasiswa tersebut dinyatakan gagal dalam UMPN yang diselenggarakan perguruan tinggi tersebut.
Pada awal masuk kuliah, seorang mahasiswa merasa bangga dengan kebebasan dirinya pada seragam putih-abu-abu dan berganti menjadi pakaian bebas. Bangga dengan status baru sebagai “MAHASISWA”. Mereka sangat menikmati status tersebut, apalagi jika masuk dalam strata sosial. Mahasiswa masih digolongkan dalam kelas menengah. Padahal status ini memiliki beban tanggung jawab yang cukup besar pada masyarakat.
Dari proses menjadi seorang mahasiswa, seorang calon mahasiswa harus benar – benar paham apa yang menjadi pilihannya mulai dari jurusan yang diambil. Mahasiswa yang diterima pada jurusan yang sesuai dengan pilihannya, akan merasa nyaman dalam menjalankan aktivitas kuliahnya. Sebaliknya, mahasiswa yang kuliah di jurusan yang bukan pilihannya dikarenakan diterima di lain jurusan, bisa saja akan merasa jenuh dengan jadwal kuliah yang padat dan tugas beruntun, sehingga merasa tidak cocok dengan jurusan yang diikuti. Misalkan mahasiswa yang awalnya ingin kuliah pada Jurusan Kebidanan, ternyata gagal yang kemudian dialihkan pada jurusan TI sebagai konsekuensi sistem penerimaan mahasiswa.
Dari kondisi tersebut, timbul anggapan “dari awal sudah salah jurusan”, maka mata perkuliahan yang disampaikan akan sulit dimengerti. Akan ada mindset yang terbentuk di dalam pikiran seseorang dan menyebabkan orang itu berfikir “Saya tidak seharusnya berada di jurusan ini”. Adapun alasan lain yang memungkinkan salah seorang mahasiswa mengatakan kurang cocok dengan metode pengajaran oleh dosen. Dampak dari semua itu menyebabkan seorang mahasiswa tidak serius dalam mengikuti perkuliahan. Padahal tidak semua yang dihadapi atau perkuliahan yang dialami buruk.
Berawal dari kasus di atas, akan timbul beberapa dampak. Pada sisi positif, ketika si mahasiswa bisa bersikap dewasa bahwasanya kenyataan sangat berbeda dengan angan dan harapan. Tentunya ketika mereka mampu menyadari ketidaknyamanan dan kemudian menanggulanginya, maka mahasiswa akan mudah mengeluarkan dan meningkatkan potensi dirinya.
Sedangkan dari dampak negatif ketika sisi remaja yang labil masih dipertahankan, maka ketidaknyamanan tersebut akan disikapi mahasiswa dengan mengurangi tingkat produktitivitasnya di kampus. Mereka bisa beralibi, karena jenuh akibat padatnya jadwal kuliah dan tugas yang banyak. Akhirnya, mahasiswa bisa tidak lulus akibat nilai absensi di bawah syarat kelulusan. Adapula dampak yang di rasakan bagi orang lain, terutama orang tua. Sebagai pihak supporting system, mereka telah mengeluarkan uang untuk menunjang pendidikan anak, ongkos kuliah dan tetek bengeknya. Mungkin bagi mahasiswa yang tingkat ekonominya di atas rata – rata, itu bukan masalah tetapi bagi mahasiswa yang tingkat ekonominya menengah atau di bawah rata – rata pastinya akan merasa terbebani dengan hal itu.
Bertahan dalam jurusan yang bukan pilihan hati memang sangat sulit untuk dijalani. Banyak alasan yang membuat mahasiswa memilih untuk bertahan dalam dunia keterpaksaan tersebut. Karena faktor ekonomi misalnya, dimana seorang mahasiswa telah mengeluarkan biaya yang cukup besar dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Ada yang menganggap bahwa terpilihnya ia di jurusan tersebut merupakan takdir yang telah ditentukan yang harus dijalani. Ada yang menggunakan alasan berkuliah sebagai sarana untuk mengisi waktu luang daripada harus berdiam diri di rumah. Dan tidak sedikit juga yang hanya ingin mendapat gelar sebagai seorang sarjana.
Dari kejadian inilah kita bisa belajar bahwa tak semuanya yang kita inginkan akan terwujud dan kenyataan hidup inilah yang harus kita terima dengan berjiwa besar. Dan pada akhirnya semua yang menjadi pilihan dalam hidup kita, belum tentu merupakan sesuatu yang terbaik. Apa yang sudah terjadi sekarang, kita hanya bisa menerimanya dan berusaha menjadikan itu yang terbaik. Cheers…!
[Deasy Lestari]